Minggu, 24 Januari 2010

apapun saya bisa. jika saya mau.

Seseorang yang sukses harus dihidupi oleh api antusiasme. Jangankan pekerjaan-pekerjaan besar, pekerjaan yang paling sederhana pun, jika dikerjakan dengan penuh antusiasme maka hasilnya akan luar biasa. Saya pernah melihat di jakarta ada seorang polisi mengatur lalu lintas yang begitu bersemangat sehingga seakan-akan ia menari di perempatan jalan raya. Orang-orang pun begitu ingin menyapa dan menyaksikan polisi tersebut. Tidak ada yang lebih menyedihkan ketika pekerjaaan atau kita berangkat kuliah dilakuakn tanpa antusias sama sekali. Saat kita melakukan pekerjaan atau berangkat kuliah hanya sekedar rutinitas saja. Saat itu pula kehidupan kita semakin berat.

Ada anekdot tentang antusiasme kerja yang dimiliki seorang trainer. Kisahnya trainer ini begitu mencintai pekerjaanya. Suatu malam ia bermimpi bertemu Tuhan. Kesempatan tsb digunakannya untuk bertanya. Ia ingin tahu apakah di surga masih tetap ada kesempatan untuk menjadi trainer. “Kalau di surga Cuma menyanyi dan menari, tenang mendengarkan malaikat menyanyi mungkin itu akan membosankan. Saya berharap saya masih bisa memberikan training’. Atas pernyataan tsb Tuhan menjawab “itulah sebabnya aku menemuimu. Aku membawa berita baik dan buruk. Berita baiknyadi surga masih tetap ada training. Berita buruknya besok kamu besok mulai dapat tugas mengajar di sana”.
Dalam anekdot tsb saya ingin menggambarkan begitu semangatnya trainer ini dengan pekerjaannya, sampai-sampai di kehidupan yang lainpun dia ingin melanjutkan kariernya.

Kompetensi merupakan gambaran seseorang yang meliputi ketrampilan, pengetahuan dan sikap. BIasanya IQ dijadikan ukuran yang menggambarkan potensi kompetensi seseorang. Seperti kita ketahui saat ini orang sepertinya berlomba-lomba meningkatkan ketrampilan serta kemampuannya yang mereka miliki. Tidak cukup sebagai apoteker, seseorang mengambil kursus bahasa asing, tidak puas dengan kemampuan berbahasa asing orang ini kemudian mengambil bidang accounting, masih membekali dirinya dengan kepribadian, public speaking dll. Apakah salah? Tidak!. Terlebih di zaman yang memperlihatkan semakin kompetitifnya persaingan untuk memperoleh lapangan kerja seperti sekarang ini. Tahun 2008 adalah tahun pasar bebas. Produk farmasi dari luar negeri akan masuk ke indonesia, tidak hanya produk-produknya saja yang masuk ke indonesia, orang-orangnya juga. Bagaimana kita mengantisipasinya?. Wajar saja bila setiap orang terus meningkatkan kemampuan atau skill yang mereka miliki dengan maksud agar tidak kesulitan memperoleh pekerjaan nanti.

Lalu bagaimana dengan sikap? Disinilah menurut saya pentinya sikap dalam diri seseorang. Sikap yang menggambarkan nilai-nilai yang dipandang luhur dalam diri seseorang.
Boleh jadi seseorang itu pintar serta IQ diatas rata-rata, tapi sikapnya yang tidak bertanggung jawab, tidak jujur, suka menipu, bukankah akan merugikan orang banyak. Ini yang kemudian dikenal dengan istilah “pinter tapi keblinger’. Ibarat bomerang yang sewaktu-waktu bisa membahayakan perusahaan atau institusi dimana ia bekerja. Sebaliknya, seseorang yang hanya memiliki sikap yang postif tanpa memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai juga diragukan. Orang ini boleh jadi amat jujur, tekun dan bertanggung jawab namun karena tidak memiliki keahlian yang diperlukan bisa menimbulkan banyak kesalahan.
Jadi tidaklah cukup hanya memiliki pengetahuan saja, tidak lah cukup kalau kita hanya memiliki ketrampilan saja demikian juga dengan sikap. Selalu pupuklah Core Competency yang terdiri dari K/S/A ini sehingga menjadi kebiasaan. Kebiasaan adalah perbuatan atau aktivitas yang secara terus menerus dilakukan. Kebiasaan juga merupakan pola pikir yang terjadi berulang-ulang (sering tanpa disadari) .Aristoteles dari yunani pun mengatakan bahwa kita adalah apa yang kita lakukan berulang-ulang. Karena itu kemenangan bukanlah suatu perbuatan melainkan kebiasaan.Kebiasaan menjadi faktor yan menentukan seseorang itu efektif atau tidak. Untuk mendapatkan sukses kita harus menjadi manusia efektif. Manusia efektif memiliki kebiasaan yang efektif.
Kereta APi bergerak lambat dan berat saat mulai jalan meninggalkan stasiun. Pada saat itu dibutuhkan tenaga yang besar sekali, namun setelah melaju akan terasa lebih ringan, dan kereta dapat bergerak lebih cepat dengan tenaga lebih sedikit. Demikian pula upaya membangun kebiasaan efektif. Hanya pada saat mulai upaya itu terasa sangat berat dan benar-benar dibutuhkan kerja keras dan sungguh-sungguh. Sungguh! Bangunlah kebiasaan efektif maka kebiasaan itu akan membangun sukses besar bagi Anda!

Paradigma adalah cara kita melihat dunia-bukan berkaitan dengan pengertian visual dari tindakan melihat, melainkan berkaitan dengan persepsi, mengerti dan menafsirkan. Kita harus mengerti paradigma kita sendiri dan bagaimana membuat suatu perubahan paradigma.
Kita masing-masing cenderung berpikir bahwa kita melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, bahwa kita sudah obyektif. Namun pada kenyataannya tidak demikian. Kita melihat dunia bukan sebagaimana adanya melainkan sebagaimana kita adanya atau sebagaimana kita terkondisikan untuk melihatnya.
Ketika kita membuka mulut untuk menjabarkan persepsi kita, paradigma kita sendiri. Ketika orang lain tidak setuju dengan kita, kita segera berpikir pasti ada sesuatu yang salah dengan mereka.

Semakin kita sadar akan paradigma dan sejauh mana kita telah dipengaruhinya maka semakin kita dapat menerima tanggung jawab untuk paradigma tsb dan menjadi sadar atau memeriksanya , mendengarkan orang lain dan bersikap terbuka terhadap paradigma atau persepsi mereka sehingga mendapatkan gambaran yang lebih besar dan pandangan yang lebih obyektif.

1 komentar:

  1. ya..saya sangat setuju sekali atas ulasan di atas,karena bidang farmasi itu harus bener2 serius di pelajari semendetail mungkin dan tidak boleh di permainkan karena ini ilmu pasti.

    BalasHapus